Surat untuk Pak Mendikbud : Menggantung Cita-cita di Kaki Langit
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Hari ini saya membaca running text di televisi sebelas
provinsi terpaksa menunda UN untuk SMA gara-gara soal UN belum siap.
Pak Menteri yang bijaksana...
Saya tahu ini bukan karena Bapak sedang keasyikan
ngurusi kurikulum 2013, sehingga UN yang bisa dipersiapkan jauh hari ternyata
tidak beres. Saya tahu ini juga bukan langkah politis atau untuk pencitraan
meskipun konon tahun ini disinyalir sebagai tahun politik. Saya percaya ini
bukan merupakan konspirasi untuk menjatuhkan satu orang atau golongan tertentu.
Saya menyangka ini hanya persiapan yang tidak sesuai jadwal. Meskipun sayangnya
jadwal yang diselisihi adalah UN!
Pak Menteri yang bijaksana...
Tahukah Bapak, butuh waktu tiga tahun para murid (sebutan ini
lebih punya makna ketimbang kata ‘siswa’) untuk menanti datangnya UN.
Tahukah Bapak, sekitar sepekan lalu para murid telah
melakukan doa bersama untuk terakhir kali dengan mengharu-biru bercucuran air
mata dengan satu harap: Lulus. Meskipun saya tahu nilai kelulusan sekarang tak
melulu berdasar nilai UN, melainkan memperhitungkan nilai dari semester 1
hingga semester 5, dan tidak sedikit sekolah yang rela mengubah nilai rapor
para muridnya. Ironis.
Bapak Menteri yang bijaksana...
Sekarang seorang ‘penjahat’ sekalipun bisa lulus asalkan
nilainya memenuhi batas minimal kelulusan. Seorang yang berkhlak bobrok
sekalipun bisa lulus asalkan sesuai kriteria yang ditentukan satu-satunya
dengan angka! Lalu dimanakah letak manfaat pendidikan karakter itu? Pendidikan karakter
yang konon pencetusnya sendiri adalah seorang yang mengalami depresi?
Oh ya, dengar-dengar bantuan siswa miskin (BSM) untuk
tahun ini dipotong ya? Padahal itu bantuan untuk siswa miskin kok ya
tega-teganya dipotong.
Saya teringat sebuah dasar dari pendidikan yang akan
berhasil ialah jika orang yang belajar kemudian bertambah ketakwaannya. Ilmu bertambah,
kedekatan kepada Sang Pencipta juga bertambah bukan sebaliknya. Maka dalam Al
Quran diabadikan sebuah rumus khusus untuk memperbaiki kualitas seorang
manusia.
...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat... (Surat Al Mujadilah ayat 11)
Jelaslah bahwa iman didahulukan baru kemudian ilmu
pengetahuan. Saya bukan pakar pendidikan, guru profesional, atau ahli. Saya hanyalah
seorang warga negara yang ikut prihatin dengan kondisi pendidikan di negeri
ini. Harus ada revolusi total. Harus ada keteladanan, karena pembelajaran yang
efektif adalah melalui keteladanan. Jika guru-guru belum layak diteladani,
bagaimana murid akan menjadi baik?
Puluhan juta anak Indonesia sedang menyabung masa
depannya di lembaga pendidikan. Mereka sekolah dengan harapan bisa menjadi
modal penghidupannya kelak. Di atas jerih payah orang tua yang banting tulang
membiayai ongkos pendidikan mereka. Ada yang terpaksa hutang sana-sini demi
pendidikan anaknya.
Apakah kita akan memaksa mereka menggantungkan
cita-cita setinggi langit? Sedang pendidikan kita masih carut-marut?
Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Sleman, 14/4/2013
ketidak beresan dalam pelaksanaan UN SMA tahun ini menjadi bukti bahwa secerdasapapun dan se canggih apapun manusia maupun guru besar jangan sekali-kali sombong, ingatlahilmu itu milik Allah dan Yang maha pandai adalah Allah -al 'Aliim - al Hakiim, renungkan kisah Adam asdan para Malaikat dalam surat al baqarah ayat 30 sampai dengan ayat 33.
BalasHapusketidak beresan dalam pelaksanaan UN SMA tahun ini menjadi bukti bahwa secerdasapapun dan se canggih apapun manusia maupun guru besar jangan sekali-kali sombong, ingatlahilmu itu milik Allah dan Yang maha pandai adalah Allah -al 'Aliim - al Hakiim, renungkan kisah Adam asdan para Malaikat dalam surat al baqarah ayat 30 sampai dengan ayat 33.
BalasHapus