Seni Membeli Properti (2) : Bakar Uang atau Bangun Aset
Pada tulisan sebelumnya saya ceritakan beberapa episode Bapak dan Ibu saya gagal membeli tanah. Itu menjadi pelajaran berharga yang saya ingat.
Apakah kita bisa membeli property? Karena keterbatasan dana.
Saya memilih property yang di bawah Rp100 juta. Apakah ada? Banyak. Tinggal
kita cermat saja dalam memilih. Biasanya untuk tanah yang berstatus sawah lebih
murah. Tetapi ada aturan, pembeli harus ber-KTP satu Kecamatan dengan sawah
yang akan dibeli. Kedua untuk bisa dibangun harus melalui proses pengeringan,
ini satu proses tersendiri.
[Disclaimer: ini tidak berlaku bagi yang berkeyakinan bank
konvensional dan bank syariah riba].
Bagaimana saya membeli property? Property awal yang saya beli
adalah sebuah kavling di Bantul. Program dari tempat kerja istri yang membeli
secara bersama-sama. Luasanya 140-an meter persegi dengan harga Rp70 juta.
Sebagai pegawai rendahan, gaji saya saat itu sekitar Rp2 juta. Saya beranikan
ambil kredit di bank. Agar angsuran tidak terlalu memberatkan saya pilih yang
per bulan sekitar Rp1 juta. Saya berhitung, saat itu kenaikan gaji 5% per
tahun. Dan pertambahan nilai aset untuk property sekitar 8-10% setiap tahun. Artinya
jika saya beli tahun ini Rp70 juta, lima tahun ke depan nilainya bisa mencapai
Rp105 juta. Akhirnya selesai. Dan aset ini kemudian hari saya jual dengan harga
Rp123 juta.
Kedua saya membeli sebuah rumah mungil di Bantul. Luas
tanahnya harnya 42 meter persegi. Awal ditawarkan Rp110 juta tetapi bisa dinego
dan deal di harga Rp100 juta. Sambil proses balik nama, sebetulnya ada rumah
tersebut bisa saja saya kontrakan untuk membantu angsuran bulanan ke bank. Dan sudah
ada beberapa yang minat, tetapi karena saya tidak bisa mengurusi akhirnya saya
biarkan kosong. Di kemudian hari, aset ini bisa terjual pada angka Rp160 juta.
Seluruh proses sudah ada yang mengurus, karena ada teman yang saya percaya
mengurusi proses sampai selesai. Sehingga saya tingga tanda tangan di notaris.
Sebetulnya jika berniat menjual kembali aset. Kuasa jual lebih
efisien karena tidak harus membayar pajak dua kali. Hanya saja karena saya menjual
dengan sistem alon-alon. Maka saya balik nama.
Di Kulon Progo pernah juga. Sebetulnya saya eman untuk
menjualnya. Karena lokasinya bagus. Akhirnya dari harga beli Rp60 juta bisa
terjual Rp80 juta. Pembeli membayar secara cash, sehingga saya pulang membawa setumpuk
uang.
Demikian, artinya property dengan harga di bawah Rp100 juta
itu nyata adanya. Jika menginginkan yang lebih dari harga tersebut. Bisa dijual
dan digabungkan untuk membelinya. Saya pun melakukannya, dengan menjual
aset-aset tersebut untuk dibelikan lagi sebidang sawah dengan luas sekitar 900
meter, dengan lokasi di pinggir jalan beraspal yang cukup strategis. Dan sekarang
untuk usaha resto Pondok Makan @Dapur Sawah.
Apakah memiliki property hanya menjadi hak orang kaya? Tidak
selalu begitu sepanjang punya niat dan usaha yang sungguh-sungguh, siapapun
bisa memiliki property.
Bakar Uang atau Pilih Aset?
Coba kita hitung perbandingan dengan belanja rokok. Anggap
saja satu hari habis satu bungkus rokok seharga Rp15.000. Dalam sebulan harus
membakar uang Rp450.000. Katakanlah, jika property tadi saya bayar dengan
angsuran Rp1 juta per bulan dalam 10 tahun. Maka dalam 20 tahun ke depan perokok
tadi bisa melunasi property yang ia miliki dan bisa ditempati sejak pembayaran
di awal. Jika dia selama ini mengontrak, sebut saja sewa bulanan Rp450.000,
maka ia bisa menghemat pengeluaran untuk bayar kontrakan. Jika dialokasikan
untuk membayar angsuran. Akan lunas dalam 10 tahun. Sama dengan yang saya
lakukan!
Apa yang dilakukan saat negosiasi dan transaksi awal?
Maka dalam setiap transaksi ada beberapa hal yang saya
siapkan. Setelah cek kelengkapan dan legalitas dan cocok dengan property yang akan
dijual dan masuk tahap rembugan (transaksi) siapkan bukti untuk transaksi dan dokumentasi.
Akan lebih baik lagi jika ada saksi. Saya biasanya membawa buku catatan. Jika
perlu rekam seluruh percakapan yang ada dan ambil foto seperlunya.
Jika sudah deal dan ada kesepakatan uang muka. Segera bayarkan
jangan ditunda. Dalam beberapa kesempatan saya langsung minta rekening untuk
transfer. Jangan khawatir, tidak selalu uang muka harus dalam jumlah banyak.
Pernah sekali wakti ketika membeli rumah di Bantul, sang penjual bersedia saya
tinggali uang muka sekitar Rp1 juta padahal nilai propertynya di atas Rp100
juta. Tinggal bagaimana kita dalam negosiasi. Sopan dan tidak terkesan merendahkan.
Kenapa harus segera bayar uang muka? Karena saya berkaca pada
kejadian yang dialami Bapak/Ibu saya. Jelas sudah deal harga, ternyata ganti
hari ganti keputusan. Demikian pula saya dengar dari beberapa teman. Tidak
heran karena biasanya property yang dijual telah ditawarkan ke banyak orang.
Biasanya penawar berikutnya berani memberi selisih harga lebih, meskipun tidak jauh
berbeda. Ini yang kadang membuat penjual berubah pikiran.
Sebelum membayaran uang muka, jangan lupa minta fotokopi SHM,
KTP dan Kartu Keluarga. Cek apakah data yang ada cocok. Sampai detil ketikan huruf
dalam penulisan nama dan tanggal lahir. Karena jika ada perbedaan satu huruf
saja antara KTP dan SHM, pada proses berikutnya akan memerlukan pembetulan di
BPN. Perlu ekstra biaya.
Karena biasanya sertifikat asli belum boleh kita bawa. Lebih aman
jika meminta bantuan notaris. Sekaligus yang akan membantu proses balik nama.
Soal pajak. Buat kesepakatan sejak awal tentang pajak
penjual, pajak pembeli dan biaya balik nama. Dokumentasikan dalam catatan atau
perjanjian agar jelas. Siapa yang harus membayarnya. Umumnya pajak penjual
dibayarkan penjual, pajak pembeli dibayar pembeli dan biaya balik nama juga
dibayarkan pembeli. Meskipun demikian semua bisa dirembug.
Tidak lupa soal pajak tahunan alias pajak bumi dan bangunan.
Apakah tertib dalam pembayarannya. Jika tidak, pastikan penjual siap melunasinya.
Tanyakan juga Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terbaru.
(insyaAllah, bersambung)
Tidak ada komentar untuk "Seni Membeli Properti (2) : Bakar Uang atau Bangun Aset"
Posting Komentar